18 September 2008

Puasa dan Kedamaian

PUASA UNTUK MEMBANGUN KEDAMAIAN

Siti Musdah Mulia

Puasa hakikinya adalah sebuah mekanisme kontrol seseorang terhadap ucapan, perilaku dan bahkan pikirannya. Semua itu dilakukan semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah swt demi terwujudnya kedamaian sejati dalam hidup manusia, di dunia dan di akhirat nanti. Puasa tidak hanya batal karena hal-hal yang sifatnya fisik, seperti makan, minum dan hubungan seksual, melainkan juga bisa batal karena berkata bohong, menghujat, memfitnah, dan mengeksploitasi hak orang lain, serta mengumbar syahwat. Sebuah hadis Nabi menyatakan: “Sesungguhnya puasa adalah tabir penghalang dari perbuatan dosa. Maka jika seseorang berpuasa hendaknya tidak berkata keji dan berbuat semena-mena. Bahkan, jika ada orang menantangnya berkelahi dan mencercanya, dia cukup menjawab: saya sedang puasa, saya sedang puasa.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Dalam konteks hadis itu, mengalah bukan hal negatif. Kadang-kadang mengalah justru merupakan jalan kemenangan yang tidak terduga. Islam adalah agama yang paling depan bicara tentang pentingnya kedamaian, dan buruknya perilaku kekerasan apa pun alasannya. Kedamaian adalah nilai paling esensial dalam ajaran Islam. Ironisnya nilai ini tidak banyak disosialisasikan, apalagi diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari umat Islam. Lalu yang menonjol dari kaum Muslim bukan sisi yang sejuk menentramkan, melainkan sisi sebaliknya, penuh rona kemarahan dan kebencian. Sangat ironis!! Sebab, sesungguhnya ajaran Islam sarat dengan pesan-pesan moral untuk kedamaian.

Esensi kedamaian dalam Islam berakar dari nama agama ini sendiri. Nama Islam terambil dari akar kata salam artinya ”damai”. Bahkan, salah satu sifat Allah adalah as-Salam. Disebut demikian karena Dia Maha pembawa damai dan selalu menginginkan hamba-Nya berbuat kedamaian.

Damai adalah sifat utama dari “masyarakat beradab.” Dalam bentuknya yang paling murni, kedamaian adalah keheningan batin yang dipenuhi dengan kekuatan dan kebenaran. Kedamaian terdiri dari buah pikiran yang suci, perasaan yang suci, dan keinginan yang suci. Manakala ketiga unsur tersebut memiliki kekuatan seimbang, mantap dan konsisten, maka manusia berada dalam keadaan damai dengan dirinya, damai dengan sesama, dan bahkan damai dengan makhluk lain di alam semesta. Perlu diingat bahwa nilai-nilai kedamaian hanya dapat ditumbuhkan dalam diri manusia jika ia yakin bahwa manusia itu pada dasarnya baik, hanya faktor-faktor eksternal yang menyebabkan manusia dapat berubah menjadi jahat.

Kedamaian adalah enerji yang memancar terus-menerus dari sumber yang abadi, itulah Allah, as-Salam, Tuhan Yang Maha Damai. Dia adalah sumber kekuatan yang secara alami mengembalikan segala sesuatu, termasuk manusia pada tempatnya yang seimbang. Karena itu, dalam salah satu hadis Nabi, umat Islam diajarkan berdoa dengan menggunakan nama-Nya, as-Salam, sang sumber kedamaian untuk memohon damai bagi diri sendiri. Perbanyaklah doa dan ikhtiar membangun damai menuju terciptanya masyarakat beradab. Saya yakin, salah satu media untuk membangun kedamaian dalam kehidupan masyarakat adalah melalui ibadah puasa Ramadhan ini. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Tidak ada komentar: