29 September 2008

Puasa Membangun Sikap Pluralisme

PUASA MEMBANGUN SIKAP PLURALISME

Siti Musdah Mulia

Salah satu hikmah puasa adalah membuat pelakunya mampu mengontrol emosi dalam beragama dan selanjutnya membangun toleransi demi terciptanya kedamaian dan keharmonisan dalam masyarakat. Toleransi pada intinya adalah kemampuan menahan diri agar potensi konflik yang semula destruktif dapat diolah sedemikian rupa sehingga berubah menjadi sesuatu yang produktif dan konstruktif. Dalam konteks agama, toleransi hanya dapat dibangun dalam masyarakat yang menjunjung tinggi prinsip puralisme.

Pluralisme adalah kelapangan hati menerima keberagaman dan aneka perbedaan dalam masyarakat serta kerelaan merajut secara aktif keberagaman tersebut menjadi sebuah kekayaan dan keindahan sosial. Pluralisme berarti setiap pemeluk agama harus berani mengakui eksistensi dan hak agama lain dan selanjutnya bersedia aktif membangun damai di antara sesama dengan berusaha memahami perbedaan yang ada. Perlu dicatat, agar pluralisme yang dicita-citakan itu tidak menjelma menjadi sinkretisme, kosmopolitanisme, dan relativisme, maka pluralisme harus beranjak dari komitmen kuat dari setiap pemeluk agama terhadap ajaran agama masing-masing.

Pluralisme harus berlandaskan loyalitas dan komitmen kuat terhadap ajaran agama masing-masing, dan inilah nilai pluralisme sesungguhnya sebagaimana diajarkan Islam dalam QS. Saba, 34:24-26. Ayat-ayat tersebut secara tegas menggariskan tiga hal. Pertama, tiada Tuhan kecuali Allah swt, Dia Maha Pemberi dan Maha menghakimi siapa yang salah dan benar, bukan manusia. Kedua, setiap orang menanggung akibat perbuatan masing-masing. Setiap orang hanya akan memilkul beban dosa masing-masing, jadi tidak usah khawatir atau memikirkan dosa orang lain. Ketiga, keputusan tentang mana kelompok yang benar dan mana yang salah akan diumumkan pada waktunya nanti, yaitu pada hari kemudian, bukan sekarang. Tugas manusia di dunia hanyalah fastabiqul khairat yakni berkompetisi berbuat kebaikan. Karena itu, sikap saling menghormati dan saling mengapresiasi di antara penganut agama merupakan kunci kebaikan.

Prinsip-prinsip pluralisme dalam Islam sangat melimpah, antara lain dalam QS. al-Baqarah, 2: 62; al-Maidah: 69; dan al-Hajj:17 menetapkan bahwa pahala dan keselamatan pada hari akhirat akan dicapai oleh semua kelompok agama yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta beramal shaleh; al-Baqarah, 2: 256 menyatakan tidak ada paksaan dalam beragama; Yunus, 99 mengingatkan larangan memaksa penganut agama lain memeluk Islam; Ali Imran, 64 menghimbau kepada ahli kitab untuk mencari titik temu dan mencapai “kalimatun sawa”; dan al-Mumtahanah, 8-9 berisi anjuran berbuat baik, berlaku adil, dan menolong orang-orang non-muslim sepanjang mereka tidak memusuhi dan mengusir umat Islam.

Nilai-nilai pluralisme hanya dapat terjaga secara optimal manakala dipupuk melalui aktivitas dialog yang produktif, baik di kalangan internal umat seagama, maupun di antara umat berbeda agama. Melalui dialog, khususnya dalam bentuk dialog kehidupan, diharapkan lahir mutual understanding (saling memahami) yang pada gilirannya diharapkan mereka akan mencari titik persamaan untuk dijadikan landasan pijak bersama. Untuk itu, perlu ada semacam gentleman agreement bahwa di antara peserta dialog tidak akan saling mengintervensi atau saling mempengaruhi keyakinan masing-masing.

Dialog agama merupakan solusi tepat bagi timbulnya klaim-klaim kebenaran dari penganut agama di masyarakat. Agama seharusnya dipahami sebagai fenomena sosial-budaya karena agama ditemukan pada semua bentuk masyarakat, dari sangat primitif sampai sangat modern. Dialog antar-agama tidaklah dimaksudkan mencari siapa benar dan siapa salah. Dialog lebih kepada mengajarkan para penganut agama mampu menghargai pendapat yang beragam, bahkan berbeda satu sama lain. Dialog melatih penganut agama mampu melakukan kompromi dan konsensus dalam merespon berbagai persoalan kemanusiaan dan kemasyarakatan yang riil di wilayah masing-masing, seperti persoalan kemiskinan, kelaparan, pengangguran, kekurangan air bersih, mahalnya pendidikan dan kesehatan. Dialog membawa para penganut agama menyadari dan menemukan siapa musuh agama sebenarnya. Ternyata musuh setiap agama tidak lain adalah kezaliman, ketidakadilan, keserakahan, kebodohan dan kemiskinan.

Dialog antar-agama hakikatnya mengajak umat beragama berusaha memahami yang lain, bukan untuk menilai, apalagi menghakimi yang lain. Sebab, kewenangan menilai hanya ada pada Tuhan Sang Pencipta, bukan manusia. Karena itu, dalam proses dialog, umat beragama jangan berbicara tentang orang lain, tetapi belajarlah dari orang lain.

Sikap pluralisme dalam beragama mewujud dalam sikap beragama secara tulus tanpa paksaan, meyakini secara penuh kebenaran agama yang dianutnya namun tetap dapat mengapresiasi hak beragama orang lain. Mereka yang memiliki sikap pluralisme agama dapat menerima kehadiran orang atau kelompok berbeda dengan penuh kegembiraan karena menyadari bahwa keberagaman adalah sunnatullah dan modal sosial yang sangat berharga. Mereka yang memiliki sikap pluralisme tidak mudah menyalahkan atau menghakimi orang lain sebagai kafir dan murtad. Mereka yang memiliki sikap pluralisme tidak mudah terjebak dalam intimidasi dan konflik antar agama. Sebab, mereka memiliki keyakinan yang kuat dan komitmen yang penuh pada kebenaran agama masing-masing. Kaum pluralis memandang kebenaran tidaklah tunggal, dan meyakini keselamatan bukan hanya bagi kelompoknya. Mereka adalah orang-orang yang selalu bersikap humanis, inklusif, terbuka, toleran dan menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, serta selalu akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Semoga puasa tahun ini membawa kita pada kesadaran baru tentang pentingnya dialog agama yang dibangun di atas sikap tulus dan penuh toleransi serta menjunjung tinggi prinsip pluralisme. Hanya melalui dialog agama yang serius dan produktif, umat beragama di Indonesia dapat mengeliminasi semua bentuk kekerasan berbasis agama yang akhir-akhir ini mencederai rasa kemanusiaan dan kebangsaan kita. Wallahu a’lam bi as-shawab.

Tidak ada komentar: